Space Ads close

Sponsor Ads


Recent Posts

Jumat, 30 Maret 2012

Go Green


Air Seni Menjadi Energi

Terbatasnya sumber daya alam (SDA) yang dapat diperbarui memaksa manusia menciptakan alternatif lain sebagai bahan baku energi. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mampu menghasilkan sumber energi dari limbah, salah satunya adalah urine atau air seni.
Sumber tenaga terbarukan ini merupakan hasil karya tiga mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Fajar Mardhi Hutama, Angga Pradikta Cahyono Purba, dan Teguh Saputra menamakan temuan mereka dengan Amonia Fuel Cell (AFC).
Fajar menuturkan, ide tersebut muncul karena terinspirasi dari seniornya yang membuat karya dengan konsep elektrolis air. Setelah mencari pada sejumlah literatur, mereka menemukan elektrolis amonia memiliki keunggulan dibandingkan elektrolis air.
“Selain amonia melimpah di alam, penggunaan amonia juga membantu mengurangi pencemaran amonia di alam ini. Urine pun menjadi pilihan karena memiliki kandungan amonia yang cukup besar,” ujar Fajar seperti dikutip dari ITS online, Jumat (25/11/2011).
Dia menyebutkan, proses menghasilkan energi dari urine pada AFC harus melewati sejumlah proses. “Cara kerjanya, limbah amonia dielektrolisis sehingga menghasilkan hidrogen. Kemudian dialirkan ke fuel cell untuk dapat menghasilkan energi listrik,” katanya menjelaskan.
Ke depannya, mahasiswa asal Probolinggo, Jawa Timur ini berharap dapat membangun usaha mandiri yang bergerak di bidang teknologi pengolahan air limbah. “AFC sangat potensial untuk dijadikan industri sendiri melihat banyaknya peluang yang tersedia, khususnya dengan jumlah limbah amonia melimpah di berbagai kota besar,” tuturnya.
Hasil karya tiga sekawan mahasiwa angkatan 2010 ini kerap kali menjuarai berbagai kompetisi karya tulis tingkat nasional. Di antaranya juara satu Festival Ilmiah Mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret (FILM UNS), juara tiga Lomba Inovasi Tingkat Sederhana Universitas Brawijaya (LITS UB). Teranyar, meraih juara dua Kompetisi Inovasi Agroteknologi Institut Pertanian Bogor (KIA IPB).
Sejauh ini karya tulis ini sebatas konsep, sebab mereka terkendala dalam waktu dan biaya. “Selain dipresentasikan saat kompetisi, kami juga ingin AFC dapat dipresentasikan dalam seminar-seminal ilmiah nasional dan internasional,” ungkap Fajar.

Minyak Sawit Menjadi Minyak Avtur (jetfuel)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan minyak avtur (jetfuel) dari minyak sawit yang merupakan teknologi biofuel generasi 1,5, atau pengembangan biofuel generasi pertama melalui jalur “hydrotreating“.
“Jalur hydrotreating yakni dengan proses pemberian hidrogen ke minyak sawit (CPO),” kata Kepala Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Dr Adiarso pada Lokakarya Pengembangan dan Perekayasaan Teknologi Biodiesel 2011 di Jakarta, Rabu (16/11/11)
Hidrogen tersebut berasal dari gasifikasi biomassa dan menghasilkan C02 dan H2 yang direaksikan dengan sintesis Fischer Tropsch dengan menggunakan suatu jenis katalis sehingga menghasilkan minyak avtur, ujarnya.
Biofuel generasi 1,5 ini dikembangkan BPPT bersamaan dengan pengembangan biofuel generasi 2 sejak awal 2010 bekerja sama dengan Jepang.
“Kalau yang generasi pertama sudah selesai prototipenya sejak lama, bahkan pabrik biodiesel dan bioetanol ini sudah diaplikasikan di beberapa daerah di kawasan perkebunan sawit, jarak atau perkebunan lainnya,” jelas Adiarso.
Teknologi produksi biodiesel merupakan teknologi produksi generasi I, yaitu melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi minyak nabati dengan sejumlah alkohol dan katalis asam/basa menghasilkan biodiesel (akil ester).
“Namun karena produksi biodiesel generasi I menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (CPO) yang harganya sangat tinggi, sampai Rp8.000-Rp9.000 per liter, maka pengusaha sawit tentu saja lebih memilih ekspor mentah langsung daripada membuat biodiesel yang prosesnya harus menambah Rp1.000-2.000 per liter lagi untuk dijual sebagai biodiesel seharga Rp4.500,” katanya.
Itulah mengapa dibuat biodiesel generasi II yang memanfaatkan biomassa melalui proses liquifaksi dan gasifikasi.
“Jika biodiesel generasi I menggunakan minyak sawit, biodiesel generasi II akan menggunakan limbah sawit seperti tandan buah kosong sawit, pelepah dan limbah pertanian lainnya sehingga diharapkan tak ada lagi hambatan mengembangkan biodiesel,

Dari Air Hujan Menjadi Listrik

Cliff Alexander Godlif Muskita dan Lutfi Adyaksa Diptura bukanlah remaja biasa. Dua remaja bersahabat ini senang melakukan percobaan-percobaan berbasis ilmu pengetahuan alam. Cliff dan Lutfi kebetulan memang siswa SLTA jurusan IPA di SMA Cakra Buana Pancoranmas, Depok, Jawa Barat.
Eksperimennya tidak main-main. Mereka mencoba mengaplikasikan ide memanfaatkan air hujan menjadi energi yang lebih bermanfaat selain sekadar untuk membasahi tanah atau menyiram tanaman. Dengan bekal bimbingan para guru dan dukungan orangtua, Cliff dan Lutfi melakukan percobaan berdasarkan pada teori dari ilmuwan asal Inggris, Michael Faraday.
Usaha dan ketekunan Cliff dan Lutfi tidak sia-sia. Mereka menghasilkan sebuah alat yang belum diberi nama. Alat tersebut bisa menghasilkan energi listrik yang berasal dari tetesan air hujan. Peralatan itu terdiri dari lilitan kawat yang dibentuk menjadi sebuah kumparan yang ditempelkan dengan medan magnet. Ketika tetesan air hujan jatuh menyentuh alat tersebut, maka muncullah energi listrik. Makin banyak kumparan dibuat, maka kian tinggi pula energi listrik yang dihasilkan.
Hasil temuan dua remaja berbakat ini sangat menggembirakan. Karya mereka mendapat penghargaan di Olimpiade Penelitian Siswa se-Indonesia Oktober silam.

Listrik Tanpa kabel

Sebentar lagi produsen kabel listrik bakal gigit jari. Pasalnya pasar produk mereka akan mulai tergerus dengan munculnya listrik tanpa kabel. sehingga nantinya tak ada lagi peralatan elektronik yang menggunakan kabel listrik sebagai penghubung peralatan dengan sumber energi.
Semua peralatan elektronik baik alat rumah tangga, kantor, media hiburan maupun komunikasi (gadget) tak perlu lagi kabel, adaptor maupun steker untuk memperoleh sumber listrik. Semua peralatan tersebut dapat langsung otomatis menyala atau mati. tinggal menghidupkan tombol switch on-off.
Teknologi listrik tanpa kabel, pertama kali dirancang oleh para peneliti di Massachusetts Institute Of Technology (MIT) pada 2006. Proyek ini disebut dengan nama “WiTricity”. Setahun kemudian, teknologi ini dikembangkan oleh Intel. Teknologi tersebut oleh Intel disebut sebagai WREL (Wireless Resonant Energy Link) atau pemancaran energy tanpa kabel melalui resonansi. Intel menargetkan teknologi ini segera terealisasi tak lama lagi.
Tahun lalu, Intel telah mendemontrasikan kemajuan pengembangan teknologi tersebut. Ketika itu, Chief Technology Officer (CTO) Intel, Justin Rattner memperlihatkan sebuah bola lampu 60 watt yang dapat menyala dalam jarak satu meter tanpa kabel. Tak hanya itu, Intel juga menunjukkan bahwa teknologi WREL dapat juga mengoperasikan sebuah netbook tanpa baterai dan membunyikan speaker tanpa kabel.

Tidak ada komentar:

agung nugroho. Diberdayakan oleh Blogger.